Pesan Pembuka

Selamat Datang Kaum Intelektual Sang Pemerhati Ekonomi

Minggu, 01 Januari 2012

Reverensi Studi Lapang

PENGARUH BANTUAN PERAHU MOTOR TEMPEL TERHADAP VOLUME PRODUKSI TANGKAPAN IKAN DAN PENDAPATAN NELAYAN

A. Deskripsi Perahu Motor Tempel

Menurut Ayodhoa dalam Jurwanto (2008), kapal ikan adalah jenis alat angkut di atas air yang dipergunakan dalam usaha menangkap/budidaya sumberdaya akuatik ataupun kegiatan penelitian dan pelatihan dalam bidang perikanan. Kapal-kapal perikanan mempunyai jenis dan bentuk yang beraneka ragam. Jenis dan bentuk ini berbeda dikarenakan tujuan usaha dan keadaan perairan yang berbeda. Kapal-kapal penangkap ikan meliputi kapal-kapal perikanan yang digerakkan dengan tenaga manusia, kapal/perahu yang menggunakan motor tempel, serta kapal motor yang ukurannya lebih besar dari pada kapal-kapal lainnya.

Perahu motor tempel memiliki kegunaan untuk menggerakkan perahu bila angin mati, untuk mengefisienkan arah perahu karena dapat memotong alun, untuk mempercepat jalur pelayaran, untuk menempuh jarak yang lebih jauh sehingga dapat memperoleh ikan tangkap yang lebih bermutu. Kapal/perahu motor tempel disebut juga kapal perikanan bermotor luar (out board). Kapal jenis ini dioperasikan dengan menggunakan mesin penggerak di luar kasko dan merupakan usaha penangkapan berskala kecil atau tradisional, sering juga disebut sebagai perahu jukung, dengan ukuran rata-rata panjang 7,3 m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 – 5 GT. Bahan untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK (Abiyoso, 2009).

B. Deskripsi Alat Tangkap

Menurut Sudirman dan Mallawa (2000), beberapa alat tangkap yang dapat digunakan bersama dengan perahu motor tempel diantaranya adalah jaring insang (Gill Net) dan pancing rawai (Long Line).

1. Jaring Insang (Gill Net)

Tertangkapnya ikan-ikan dengan gill net ialah dengan cara terjerat (gilled) pada mata jaring. Gill net terdiri dari beberapa macam yaitu: surface gill net (jaring yang terletak di atas permukaan air laut, bottom gill net (jaring yang terletak di dasar laut), mid water gill net (jaring yang berada di antara permukaan dengan dasar laut), drift gill net (jaring insang hanyut), dan surrounding gill net (jaring insang lingkar).

Gill Net dioperasikan secara pasif di dasar perairan dengan tujuan menghadang arah renang ikan. Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi target penangkapan. Alat ini tidak dipasang di atas terumbu karang, karena akan tersangkut pada karang dan jaring akan robek, sehingga dipasang di pinggir terumbu karang. Gill net yang digunakan menggunakan mata jaring bervariasi dari 1 3/4 inci, 2 inci, 2 ¼ inci. dengan panjang puluhan dan bahkan dapat mencapai 100 m. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan-ikan kecil, terutama simbula, kembung, layang, tembang, selar.

2. Pancing Rawai (Long Line)

Pancing Rawai (Long Line) terdiri dari tali utama dan pelampung dimana pada tali utama ada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan lebih kecil diameternya, dan diujung tali cabang ini diikatkan pancing yang berumpan. Umpan yang digunakan merupakan umpan asli maupun umpan buatan yang berfungsi menarik perhatian ikan. Umpan asli dapat berupa ikan, udang, atau organisme lainnya yang hidup atau mati, sedangkan umpan buatan dapat terbuat dari kayu, plastik, dan sebagainya yang menyerupai ikan, udang, atau lainnya (Mukhtar, 2008).

C. Aspek Ekonomi Perikanan

Fenomena ekonomi menunjukkan bahwa terdapat beberapa peubah dari dalam maupun dari luar yang membedakan model ekonomi pertanian dengan ekonomi perikanan, yakni kepemilikan asset, daerah produksi (penangkapan ikan) yang berbeda, sistem bagi hasil dalam pengaturan upah, dan peubah kebijakan. Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan nelayan untuk memaksimumkan hasil tangkapan ikan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain investasi (perahu/motor dan jenis alat tangkap), potensi sumberdaya perairan atau daerah operasi penangkapan ikan di laut, hari kerja efektif melaut, kemudahan untuk memasarkan hasil tangkapan dengan harga yang wajar, dan biaya operasi/produksi penangkapan ikan (Smith, 1987).

Kepemilikan asset kapal rumah tangga nelayan pada usaha penangkapan ikan adalah analog dengan penguasaan luas areal lahan pada ekonomi rumah tangga petani yang lazim digunakan untuk permodelan ekonomi rumah tangga petani. Mengingat besarnya (ukuran mesin) kapal berhubungan langsung dengan produktifitas dan produksi tangkapan, maka untuk menduga produksi nelayan, disamping didasarkan atas teknologi alat tangkap dan jumlah kapal, juga ditentukan oleh tonage kapal yang dimiliki (Muhammad, 2002).

Kepemilikan kapal dipengaruhi oleh penerimaan atau pendapatan melaut dan non-melaut, jumlah tenaga kerja dan jumlah sarana produksi .Namun demikian, modernisasi dalam kepemilikan asset perikanan seringkali menyebabkan juga berbagai permasalahan, antara lain ketimpangan antar nelayan (buruh dengan pemilik kapal) karena kesempatan untuk memperoleh bantuan teknologi dan modal seringkali bias pada segelintir nelayan.

Oleh karena itu pembangunan perikanan yang diharapkan sebagai sumber pertumbuhan baru, lebih diarahkan pada penyediaan sarana dan prasarana produksi antara lain modernisasi jenis alat tangkap dan motorisasi armada penangkapan ikan. Motorisasi berdampak pada mobilitas nelayan lebih cepat dan frekuensi melaut yang lebih tinggi, sehingga mempengaruhi hasil tangkapan ikan. Selain itu, kondisi ini menyebabkan nelayan dapat menentukan daerah operasi penangkapan ikan dan mampu meningkatkan hasil tangkapan ikan (produksi) pada saat musim dimana kemampuan nelayan untuk melaut sangat terbatas (Kusnadi, 2000).

D. Aspek Produksi

Dalam kegiatan peningkatan produksi senantiasa dilakukan upaya–upaya perbaikan dalam teknis produksi baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar dapat diperoleh manfaat yang semakin meningkat.

Dalam ilmu ekonomi, produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan atas sesuatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran/transaksi (Sudibyo, 1998).

Menurut Assauri dalam Kusmaya (2007) yang mengemukakan bahwa secara umum pengertian produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses mentransformasikan masukan (input) menjadi keluran (output) yang berupa barang dan jasa. Dari pengertian diatas, maka pengertian tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengertian produksi dalam arti sempit adalah suatu kegiatan apapun yang menghasilkan barang, baik barang jadi dan setengah jadi bahan industri. Sedangkan produksi dalam arti luas adalah sebagian kegiatan yang mentranformasikan input menjadi output, mencakup seluruh aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa serta kegiatan-kegiatan lain yang menunjang usaha untuk menghasilkan produk tersebut.

Selanjutnya pengertian produksi ditinjau dari segi pertanian bahwa produksi pertanian adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah modal, dan tenaga kerja. Soekartawi (2003) mengatakan bahwa produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi yang disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dapat dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik dan dilaksanakan dengan baik.

Gasperz dalam Kusmaya (2007) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam suatu alternatif usaha, yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi. Aspek teknik yang utama adalah adalah proses produksi. Dalam proses produksi diperlukan proses produksi yang benar di antara beberapa kemungkinan cara produksi. Perlu juga diperhatikan pemilihan mesin dan peralatan yang sesuai dengan karakteristik usaha/pekerjaan.

Kegiatan produksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam setiap organisasi yang menghasilkan produk atau jasa tertentu dan biasanya dikerjakan dalam sebuah bidang tersendiri yaitu bidang produksi. Untuk jasa yang dihasilkan, langsung dimanfaatkan oleh konsumen atau pemakai jasa, sedangkan untuk produk berupa barang, selain langsung dimanfaatkan oleh konsumen akhir ada yang dijadikan bahan baku untuk diolah lebih lanjut menjadi produk lain.

Menurut Gitosudarmo dalam Rahmawati (2007), proses produksi adalah merupakan interaksi antara bahan dasar dan bahan pembantu, tenaga kerja, dan mesin-mesin, serta alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi/memperoleh hasil. Untuk proses produksi atau aktifitas produksi dibutuhkan suatu kombinasi dari faktor-faktor untuk memproduksi satu-satuan produksi yang dapat digunakan lebih dari satu proses atau produktivitas produksi. Jadi, untuk menciptakan suatu barang menjadi lebih bermanfaat dan memunyai nilai tambah.

Dilihat dari sifat dan bentuknya, maka kegiatan produksi perikanan bercirikan, sebagai berikut :

1. berbasis pada sumberdaya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secar maksimal dan memperkuat kemandirian.

2. dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga dapt mampu mengembangkan sumberdaya manusia.

3. menerapkan teknologi lokal (Iindigeneus technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal dan tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif.

Seorang pengusaha akan selalu berpikir bagaimana input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang maksimal. Cara berpikir yang demikian adalah wajar mengingat konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan dan berdampak kepada pendapatan atau dalam ilmu ekonomi sering disebut pendekatan memaksimumkan profit (profit maximization). Pendekatan yang digunakan untuk pelaku usaha perikanan yaitu dengan sumberdaya perikanan, diasumsi bahwa bagaimana memperoleh keuntungan maksimum dengan keterbatasan sumberdaya yang mereka miliki (Soekartawi, 2003).

E. Pendapatan

Setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan hasil atau keuntungan. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya pendapatan maksimum dapat ditingkatkan dengan cara meminimumkan biaya untuk penerimaan yang tepat atau meningkatakan penerimaan pada biaya yang tetap, pendapatan dapat dihitung dengan rumus PD = TR-TC, dimana PD adalah pendapatan, TR adalah total penerimaan dan TC adalah total biaya ( Soekartawi, 2003).

Ada beberapa ukuran pendapatan usaha tani, yaitu pendapatan kotor usaha tani (gross farm income) dan pendapatan bersih usaha tani (net farm income). Pendapatan kotor (penerimaan) merupakan jumlah semua produksi (baik yang dijual maupun yang tidak dijual) dan dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha tani dikalikan dengan harga yang berlaku di pasar. Sedangkan pendapatan bersih usaha tani merupakan selisih antara pendapatan kotor usaha tani dengan biaya produksi usaha tani. Biaya produksi itu sendiri merupakan semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.

Menurut Soekartawi dalam Hasniwati (2006), tujuan dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha yang dapat mempengaruhi perencanaan dan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha mengalami keberhasilan atau tidak. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan diperlukan cukup banyak persyaratan, disamping pengetahuan/tingkat pendidikan dan keterampilan juga berbagai jenis modal seperti tersedianya peralatan dan sarana produksi. Sampai sekarang ini nelayan kita tergolong sebagai kelompok masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah. Peningkatan pendidikan berkelanjutan sangat diperlukan dalam penyerapan teknologi (baik teknologi budidaya maupun penangkapan). Kemampuan nelayan untuk memaksimumkan penghasilannya ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain modal kerja, potensi sumberdaya perikanan, kemudahan untuk memasarkan hasil dengan harga yang wajar, dan biaya operasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar