Pesan Pembuka

Selamat Datang Kaum Intelektual Sang Pemerhati Ekonomi

Kamis, 18 Agustus 2011

SISTEM EKONOMI LIBERAL (SISTEM EKONOMI BEBAS ATAU SISTEM EKONOMI PASAR)

Sistem Ekonomi Liberal adalah sebuah sistem dimana adanya kebebasam baik untuk produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme pengaturan harga diserahkan kepada pasar (tergantung mekanisme supply dan demand). Umumnya, sistem ekonomi seperti ini di anut oleh Negara-Negara yang berada di kawasan barat (Amerika dan Eropa) seperti yang paling terkenal adalah negara Adi Daya (Amerika Serikat) yang belakangan terkena krisis keuangan.

Dalam sistem ekonomi ini, ada beberapa asumsi yang mesti di penuhi agar sistem ini dapat berjalan seimbang. Asumsi –asumsi itu sebagai berikut :

  1. Jumlah pengusaha banyak.
  2. Peluang berusaha sangat luas.
  3. Informasi untuk berusaha sangat terbuka artinya tidak ada yang di tutup-tutupi. Jadi semua produsen maupun konsumen mengetahui tentang apa-apa yang terjadi dalam pasar.

Dalam sistem ini, dikenal dengan adanya pasar bebas atau yang paling terkenal adalah pasar persaingan sempurna, maka dari itu asumsi-asumsi di atas perlu di penuhi agar terciptanya suatu Perekonomian yang stabil. Namun pada kenyataannya, asumsi-asumsi itu tidak terpenuhi sehingga banyak menimbulkan kasenjangan-kesenjangan diantara masyarakat.

Kalau dilihat sepintas sistem perekonomian ini sangat sempurna untuk di terapkan dalam suatu Negara, karena sudah ada contoh yang jelas dari Negara-negara barat yang telah jelas berhasil dan maju dalam hal perekonomiannya, tetapi di balik itu semua ternyata ada suatu kelemahan yang paling mendasar, yaitu tentang persaingan itu sendiri, dimana dalam system perekonomian liberal ini, adanya persaingan bebas yang cenderung mengarah pada pembunuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) apabila tidak bisa bersaing.

Runtuhnya Mitos Mekanisme Pasar

Ketika negeri ini menganut tata-kapitalisme tulen sejak reformasi, yang sebelumnya hanya kapitalisme semu, maka semua perkara mulai dari masalah ekonomi itu sendiri, masalah sosial, ilmu pengetahuan dan politik dijalankan dan ditimbang menurut mekanisme pasar. Pasar dianggap sebagai tata kehidupan yang memiliki mekanisme yang serba teratur dan objektif. Objektivitas itulah yang diserahi tanggung jawab untuk mengelola mekanisme itu secara adil menurut hukum suply and demand (penawaran dan permintaan).

Mekanisme atau tepatnya hukum pasar itu, memperlihatkan sosoknya ketika terjadi kenaikan atau penurunan harga minyak dunia, dimana pemerintah yang menetapkan harga berdasarkan daya beli masyarakat mulai dituntut untuk menyesuaikan dengan harga pasar. Pemerintah mengurangi subsidi minyak dengan alasan mengikuti kenaikan harga minyak dunia. Tetapi ketika harga minyak turun ternyata pemerintah tidak mau menurunkan harga, maka timbullah protes, dimana pemerintah tidak menaati mekanisme pasar, padahal harga minyak tidak hanya turun tetapi telah anjlok serendah-rendahnya.

Baru ketika ada tekanan sosial dan politik baik dari rakyat, parlemen termasuk pengusaha, pemerintah mau menurunkan harga, agar ekonomi nasional bangkit. Karena tekanan yang kuat beserta datangnya musim kampanye politik Pemilu 2009, pemerintah terpaksa menurunkan harga minyak, demi kepentingan politiknya sendiri, bukan untuk memulihkan ekonomi nasional. Sebagai rentetannya diharapkan oleh semua pihak dengan menurunnya harga minyak ini semua harga barang dan jasa juga turun, dan ini menjadi ajang kampanye yang subur.

Tetapi apa yang terjadi, walaupun harga minyak telah turun beberapa kali hingga mencapai belasan persen, tetapi tidak satupun pengusaha yang mau menurunkan harga, terutama pengguna minyak yaitu sektor transportasi. Ketika harga minyak naik, sektor ini langsung menuntut kenaikan. Tetapi ketika harga minyak turun mereka sepakat untuk tidak menurunkan ongkos angkutan. Mereka tidak mau tahu dengan mekanisme pasar, pengusaha angkutan dengan kasar memeras para pengguna jasa, mereka sama sekali tidak mau menurunkan tarif. Pemerintah mengklaim bahwa aturannya ditaati, padahal di lapangan dikhianati. Aparat pemerintah tidak ada yang melakukan pengawasan atau razia, hanya bikin pernyataan di media massa, akhirnya para penumpang rugi sendiri tanpa perlindungan dari lembaga konsumen sekalipun.

Akhirnya rakyat sebagian melakukan reaksi dengan tindakannya sendiri, melakukan bepergian dengan menggunakan kendaraan pribadi. Hal itu dimungkinkan karena harga minyak sudah turun sehingga biaya bisa lebih ditekan, mengharapkan mekanisme pasar sudah tidak bisa lagi, langkah sendiri lebih dipercayai. Maka akibatnya kemacetan meningkat di mana-mana, para pengendara sepeda motor makin memadati kota-kota besar, sehingga kesemrawutan di jalan dan segala angkutannya tak lagi terkendalikan.

Ketika pemerintah tidak lagi berkuasa, karena telah menjadi pengusaha, sementara pengusaha tidak lagi taat pada mekanisme pasar. Maka pasar kemudian diatur oleh kekuatan politik, sementara politik tidak dikendalikan lagi oleh pemerintah tetapi oleh kekuatan pasar, maka pasar bukan lagi mekanisme yang terbuka berdasarkan penawaran dan permintaan, tetapi diatur berdasarkan kekuatan otot. Siapa yang berkuasa akan kuasa menentukan harga. Pengusaha baik konglomerat maupun pemilik angkot, tukang ojek atau penjual gorengan, merasa berkuasa di habitatnya sendiri, karena itu mereka akan memaksakan harga barang dan jasanya sesuai dengan kemauannya.

Kelompok fundamentalis pasar akan kehilangan argumen melihat kenyataan ini, apalagi kenyataan ini tidak hanya berlaku dalam ekonomi nasional. Ekonomi global yang menganut kapitalisme murni ternyata juga sangat mengandalkan kekuatan pemerintah. Mereka menolak intervensi pemerintah hanya ketika mereka jaya, ketika sepenuhnya menguasai pasar dan berhasil menghisap dan melenyapkan seluruh pesaingnya. Tetapi ketika mereka mengalami kemerosotan langsung mereka memaksa pemerintah untuk memberikan pertolongan, atas nama menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Limbungnya korporasi besar di negara-negara kapitalis Barat, yang selama ini mengutuk pemerintah dan mengharamkan subsidi, ternyata ketika mereka dilanda persoalan juga minta pertolongan pemerintah melakukan subsidi kepada mereka. Beberapa yang mendapatkan subsidi selamat, sementara yang tidak mendapatkan subsidi rontok. Di sini tidak ada mekanisme pasar, memang sejak awal mekanisme pasar itu hanya mitos, semua bentuk perdagangan antar negara diatur melalui fakta politik, yang saling menerkam. Karena itulah diperlukan adanya pangkalan militer, diperlukan kapal induk untuk menjaga korporasi multi nasional.

Dari situ kelihatan bahwa imperialisme dan kolonialisme adalah anak dari kapitalisme, dari kapitalisme itulah timbul penjajahan dunia Barat yang dimulai oleh Portugis dilanjutkan oleh Spanyol, Inggris, Perancis, Belanda dan sebagainya. Semua penjajahan politik dan militer itu bertujuan ekonomi, untuk mencari bahan mentah, mencari tenaga murah dan untuk memperluas pasar. Semuanya itu tidak dijalankan berdasarkan mekanisme pasar yang adil, tetapi dijalankan dengan cara monopoli. Salah satu sumbangan terbesar kapitalisme dalam sistem ekonomi adalah monopoli ini.

Sistem pasar adalah sistem liberal, liberal bukan untuk semua tetapi liberal dan kebebasan untuk pemilik modal dalam upaya mengembangkan modalnya, termasuk kebebasan menyingkirkan pesaingnya, tidak peduli pesaingnya itu konglomerat atau usaha kecil termasuk kaki lima. Kalau dulu pernah ada aturan dalam membangun pasar swalayan, agar tidak mengganggu pasar tradisional. Ketika kapitalisme telah diterapkan secara total, maka pasar swalayan bisa didirikan di tengah pasar tradisional, sehingga mereka kalah bersaing. Pasar Jaya milik pemerintah akhirnya mambasmi para usaha kecil kemudian menyerahkannya pada pengusaha besar, sehingga ekonomi semakin terkonsentrasi.

Mekanisme pasar yang adil, yang diharapkan bisa memimpin perjalanan ekonomi itu, hanya sekedar mitos, mitos itu kini sudah runtuh dan terbongkar, ketika mereka ternyata takut dengan mekanisme pasar itu sendiri, pasar ternyata diatur melalui sebuah struggle, pertempuran antar kekuatan, kemampuan injak-menginjak, bentak-membentak, siapa yang punya kekuatan itu akan memangkan persaingan di pasar. Karena jelas bahwa mekanisme pasar yang adil tidak pernah ada , maka perlu lembaga pengatur yang adil yaitu pemerintah.

Maka pemerintah harus menjadi alat negara dan alat rakyat untuk mengatur kehidupan mereka. Ajaran sesat liberalisme bahwa pemerintah paling baik adalah pemerintah yang sedikit berkuasa harus dilenyapkan, karena pemerintah yang tidak berkuasa akan diterkam oleh kapitalis dan imperialis dan dijadikan budak dan alat mereka untuk menjarah negara dan menghisab rakyat. Di sinilah kita perlu membentuk negara yang kuat, pemerintah yang berwibawa dan rakyat yang cerdas.

Sejarah Singkat Kapitalisme & Sosialisme

Kapitalisme sebenarnya bukanlah hal yang baru untuk untuk di perbincangkan, tetapi melihat pengaruhnya yang masih begitu kuat terhadap kehidupan social ekonomi masyarakat dunia umumnya dan Indonesia khususnyalah yang membuatnya tak pernah berhenti untuk diperbincangkan. Oleh karena itu tiada salah bila kita sekali lagi mengenal sedikit tentang kapitalisme. Dalam hal ini penulis akan memulai dari definisi kapitalisme itu sendiri. Apakah kapitalisme itu ? Kata kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah alat produksiseperti misal tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentangmodal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan uang.

Sejarah kapitalisme muncul setelah feodalisme runtuh dengan secara garis besar terbagi menjadi tiga fase:

1. Kapitalisme Awal (1500 – 1750). Kapitalisme pada fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan- bahan mentah, barang- barang jadi dan variasi bentuk kekayaanyang lain. Dan kemuadian berubah menjadi perluasan kapasitas produksi, dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru banayk menelan korban.

Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula mereka menjual barang pada teman sesama saudagar seperjalanan, lalu berkembang menjadi perdagangan public. Sementara di wilayah pedesaan saat itu masih cenderung feodalistik.

Dalam hal ini Russel mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat kapitalisme di pedesaan dan berbagai wilayah lain. Kendala itu adalah :

a. Tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil produksinya sangat terbatas. Russel mengusulkan untuk mengubah tanah menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan ( profitable ). Atau dengan pengertian lain tanah bias diperjual belikan seperti barang lainnya.

b. Para petani atau buruh tani yang masih terikat pada system ekonomi subsistensi2 . komentar Russel untuk hal ini adalah mereka siap unutk dipekerjakan dengan upah tertentu.

c. Hasil produksi yang diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk mencukupi kebutuhanpribadi. Menurutnya, produksi hasil petani harus ditawarkan ke pasar dan siap dikonsumsi oleh publik.

2. Kapitalisme Klasik ( 1750 – 1914 ). Kapitalisme pada fase ini merupakan pergeseran dari perdagangan public kebidang industri yang ditandai oleh Revolusi Industri di Inggris dimana banyak diciptakan mesin- mesin besar yang sangat menunjang industri. Di fase inilah terkenal tokoh yang disebut “bapak kapitalisme” dengan bukunya yang sangat tekenal the Wealth Of Nations ( 1776 ) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan invisible hand-nya ( mekanisme pasar )dan beberapa tokoh seangkatan seperti David Ricardo dan John Stuart Mills,yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi neo- klasik. Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari kelompok Marx.

3. Kapilaisme Lanjut ( 1914 – sekarang ). Momentum utama fase ini adalah terjadinya Perang Dunia I, kapitalisme lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak olehtiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesdaran itu dengan perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Darisana muncul ideology tandingan yaitu komunisme.

Perspektif Teori Dasar Kapitalisme Secara Sosiologis Dan Ekonomis. Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feudal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther Kingyang mengatakan bahwa lewat perbuatan dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi. Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang sangat terkenal yaitu “Time Is Money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan.

Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme :

1) Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas – batas tertentu.

2) Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi.

3) Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin.

4) Kebebasan melakukan kompetisi.

5) Mengakui hokum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.

Pola, Sifat Dan Watak Kapitalisme, ada tiga hal yang menjadi pola sifat dan watak dasar kapitalisme, tiga hal tersebut yang melandasi adanya penindasan yang terjadi dari sejak munculnya kapitalisme sampai praktek kapitalisme yang terjadi detik ini. Tiga hal tersebut adalah:

1. Eksploitasi. Ini berarti pengerukan secara besar-besaran dan habis- habisan terhadap sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, sepertiyang terjadi pada jaman penjajahan, bahkan sampai sekarang meskipun dalam bentuk yang tidak sama. Kaum kapitalis akan terus melakukan perampokan besar- besaran terhadap kekayaan alam kita dan terus mengeksploitasi para buruh demi kepentingan dan keuntungan pribadi.

2. Akumulasi.Secara harfiah akumulasi berarti penumpukan, sifat inilah yang mendasari kenapa capitalist tidak pernah puas dengan dengan apa yang telah diraih. Misalnya, kalau pertama modal yang dipunyai adalah Rp.1 juta maka si kapitalis akan berusaha agar bisa melipat gandakan kekayaannya menjadi Rp.2 juta dan seterusnya. Sehingga kaum kapitalis selalu menggunakan segala cara agar kekayaan mereka berkembang dan bertambah.

3. Ekspansi. Ini berarti pelebaran sayap atau perluasan wilayah pasar, seperti yang pada kapitalisme fase awal. Yaitu dari perdagangan sandang diperluas pada usaha perkapalan, pergudangan, barang- barang mentah dan selanjutnya barang- barang jadi. Dan yang terjadi sekarang adalah kaum kolonialis melakukan ekspansi ke seluruh penjuru dunia melalui modal dan pendirian pabrik – pabrik besar yang nota bene adalah pabrik lisensi. Yang semakin dimuluskan dengan jalan globalisasi.

Itulah yang terjadi pada hampir di seluruh belahan dunia, kapita;is semakin mengakar dan menghisap negara – negara miskin dan berkembang melalui sebuah carayang disebut globalisasi. Kapitalisme semakin mengakar dalam setiap sendi kehidupan bangsa yang terkesan pongah ini.

BERGERAK TUNTASKAN PERUBAHAN
MENUJU MASYARAKAT BERKEADILAN SOSIAL !!!

Ekonomi subsistensi adalah sebuah perilaku ekonomi yang bercirikan kebutuhan jangka pendek ( sekali musim ).ciri lain yang mendasar adalah upaya memenuhi kebutuhan pada satu kelompok atau individu saja. Ciri ini lekat sekali dengan dengan masyarakat pedesaan agraris yang mayoritas menggantungkan kebutuhan hidupnya.

Sebuah Tinjauan Ideologis Antara Ekonomi Liberal Dan Ekonomi Kerakyatan.

Secara ideologis perbedaan antara Liberalisme, Sosialisme, Kapitalisme dan Komunisme dalam perspektif ekonomi telah menjadi obyek kajian. Liberalisme dan Sosialisme dibedakan menurut ada/tidaknya peran Negara dalam kebijakan ekonomi. Liberalisme menginginkan lepasnya peran Negara dalam kebijakan ekonomi dan menyerahkan kepada mekanisme pasar, demikan sebaliknya pada Sosialisme. Kapitalisme dan Komunisme dibedakan menurut kepemilikan. Kapitalisme mengakui kepemilikan Individu, Komunisme meniadakan kepemilikan Individu.

Kita mulai dari Sosialisme, pada sejarahnya, Sosialisme diajukan Marx sebagai antitesis dari Liberalisme yang menginginkan peran Negara tidak ada dan melepas kepada mekanisme pasar. Maka seharusnya dalam Sosialisme, Negara wajib mengambil peran penuh dalam kebijakan ekonomi. Dikaitkan dengan Komunisme, maka kepemilikan individu tidak diakui, yang ada adalah kepemilikan Negara. Padahal, tesis tertinggi Marx tentang Sosialisme adalah tercipta suatu ’society’ tanpa kelas dan tanpa Negara. Bagaimana mungkin tercipta sesuatu keadaan yang mewajibkan Negara mengambil peran penuh dalam kebijakan ekonomi dan kepemilikan dengan kondisi tanpa Negara..?

Logika yang absurd dari Marx inilah yang menyebabkan Sosialisme-Komunisme sebagai antitesis Liberalisme- Kapitalisme hancur lebih dulu. Mengapa Marx yang oleh banyak pengagumnya dianggap jenius itu bisa salah.,.? Menurut saya, Marx sedang tertipu. Dia mengajukan antitesis dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Jika kita pelajari lebih jauh, Ekonomi Liberal dalam arti benar-benar free market dan free trade, seperti yang diimpikan baik oleh Liberalisme Klasik Adam Smith cs maupun Neo Liberalnya Michael Kinsley cs, sebenarnya tidak pernah ada. Saya katakan sekali lagi, tidak pernah ada.

Karena Negara memiliki kepentingannya masing-masing, kepentingan masing-masing Negara inilah yang menyebabkan mau tidak mau Pemerintah setiap Negara masuk mengambil kebijakan ekonomi demi kepentingannya. Amerika, yang sering disebut-sebut Liberal, sebenarnya tidaklah Liberal. Dua Kekuatan utama Republikan dan Demokrat hanya berganti mengambil kebijakan makro ekonomi dengan pendekatan Supply side (Reaganomics) atau Demand side (Keynessian) . Tapi tetap, Pemerintah ikut campur tangan, dengan tujuan kepentingan Nasional Amerika.

Meminjam perkataan Joan Robinson dalam Economic Philosophy: An essay on the progress of economic thought (1962) : ‘The Very Nature Of Economics Is Rooted In Nationalism’ . Tidak akan ada negara yang akan mau melepaskan kepentingan Nasionalnya kepada mekanisme pasar murni. Kecuali Negara Jajahan, atau Negara yang sedang tertipu. Dan tipuan itu adalah ‘Ekonomi Liberal’ nya Adam Smith yang tidak akan pernah ada. Karena sekali lagi, Dunia tidak satu Negara. Dan setiap Negara memiliki kepentingan. Sampai disini, perlulah disimpulkan dahulu bahwa: Ekonomi Liberal adalah sistem ekonomi yang tidak pernah ada di dunia ini, karena dunia tidaklah satu negara. Yaitu suatu sistem ekonomi yang menafikan peran negara dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar (free market and free trade).

Yang menarik disini adalah, ekonomi liberal yang sebenarnya tidak pernah ada itulah yang digunakan sebagai alat untuk menipu negara-negara yang tidak mengerti dan melupakan kedaulatan ekonominya sendiri baik sadar atau tidak. Sekarang, bagaimana dengan Ekonomi Kerakyatan ?, sebelum masuk mari kita tinjau dahulu Makro-Ekonomi dan Mikro-Ekonomi:

Dari tinjauan Makro Ekonomi yang sering digunakan dalam memahami pertumbuhan, secara umum pilihannya ada dua:

  1. Pemerintah melepas kepada mekanisme pasar (Free market and free trade)
  2. Pemerintah masuk mengambil kebijakan ekonomi, dengan dua alternatif :

· Pemerintah mendorong Supply Side (Reaganomics/ Republikan)

· Pemerintah mendorong Demand Side (Keynessian/ Demokrat)

Kemudian Micro Economics sering digunakan dalam memahami pemerataan dan sering dikaitkan kepada ‘Welfare State’. Sampai disini, saya memahami bahwa Ekonomi Kerakyatan bukanlah Liberalis atau Sosialis. Bukan juga sekedar ‘Welfare State’ dalam perspektf mikro ekonomi. Bukan juga sekedar Ekonomi yang mendukung hanya rakyat kecil dengan pendapatan menengah ke bawah. Bukan hanya untuk UKM, Ekonomi Kerakyatan adalah untuk semua golongan, seluruh rakyat Indonesia. Ekonomi Kerakyatan tidak hanya memikirkan micro economy (pemerataan) , tapi juga pertumbuhan (macro economy). Dari sisi makro ekonomi, Ekonomi Kerakyatan tidak akan membiarkan ekonomi dilepas begitu saja kepada mekanisme pasar. Dia bisa menggunakan pendekatan Supply Side, Demand Side, atau keduanya. Dia lebih tinggi dari sekedar Ekonomi Republikan atau Demokrat.

Ekonomi Kerakyatan adalah jawaban dari kenyataan bahwa setiap Negara memiliki kepentingannya masing-masing. Kata kuncinya yang penting adalah keberpihakan.
Dari sudut pandang Indonesia, maka Ekonomi Kerakyatan adalah ekonomi yang berpihak bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berpihak, berpihak bagi seluruh rakyat indonesia. Bagaimana posisi peran negara dalam Ekonomi Kerakyatan. Jika kita kembali kepada penjelasan UUD 1945 dapat dipahami, bahwa Sistem ekonomi kerakyatan menghindari hal-hal negatif yakni:

  • Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manu-
    sia dan bangsa lain;
  • System etatisme dimana negara beserta aparatur ekonomi Negara bersifat
    dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit
    ekonomi di luar sektor Negara;
  • Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Dari sisi peran Negara, dapat dipahami bahwa Ekonomi Kerakyatan berada ditengah-tengah antara Sosialis dan Liberalis. Bagaimana dari sisi kepemilikan individu ? Mari kita kembalikan kepada UUD 1945: Pasal 33

  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
    kekeluargaan.
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
    hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
    oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.

Pasal 28 H: Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Amandemen kedua UUD 1945, dari sisi kepemilikan individu, dapat dipahami bahwa Ekonomi Kerakyatan berada ditengah-tengah antara Kapitalisme dan Komunisme. Itulah Ekonomi Kerakyatan. Suatu jawaban terhadap Ekonomi Liberal yang sebenarnya tidak ada, tapi digunakan oleh negara lain untuk menekan kepentingannya, yang membuat hilangnya kedaulatan ekonomi kita selama ini.

Rabu, 17 Agustus 2011

INDONESIA BELUM MERDEKA

NEGARA SETENGAH JAJAHAN SETENGAH FEODAL

Belajarlah dari sejarah! Demikian sebuah nasehat yang sangat baik bagi kita yang masih hidup, bekerja dan berjuang hari ini. Mempelajari sejarah dan menarik pelajaran-pelajaran penting dan berguna, adalah sikap hidup yang mesti dimiliki oleh setiap pejuang yang menginginkan masa depan yang lebih cerah. Dengan mempelajari sejarah, kita akan dapat memahami dan membongkar masalah-masalah yang kita hadapi hari ini. Kita juga akan mengerti apa yang menjadi penyebab dari munculnya masalah-masalah tersebut, dan bagaimana kita harus memecahkannya. Karena pada dasarnya setiap hal itu memiliki sejarah, dan tidak tiba-tiba ada seperti hari ini. Seperti halnya diri kita pun merupakan hasil perkembangan dari mulai masa balita, kanak-kanak, remaja, dewasa dan sekarang ini. Ada serangkaian proses konkret yang terjadi dalam diri kita yang menentukan perkembangan fisik, mental dan kesadaran kita di samping juga pengaruh lingkungan di luar diri kita seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kekayaan Alam, Kemiskinan Rakyat

Indonesia adalah sebuah negeri kepulauan yang kaya raya dengan kekayaan alam melimpah ruah dari mulai minyak bumi, gas alam, dan bahan tambang lainnya seperti tembaga, nikel, timah, bijih besi, batu bara dan emas. Demikian juga tanahnya sangat subur karena merupakan jenis tanah latosal (tanah sisa pecahan vulkanik) yang kadar kesuburannya sangat tinggi, dengan bermacam-macam tanaman yang terlengkap. Di samping itu juga kaya dengan keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah berupa tanaman, satwa dan ikan di perairan. Demikian pula posisi strategis Indonesia di antara dua samudera yang menghubungkan dua benua besar Asia dan Australia, memiliki peranan ekonomi politik yang penting khususnya bagi lalu lintas perdagangan dunia. Populasi penduduk Indonesia telah mencapai 220 juta orang, yang terdiri dari ratusan suku bangsa dan bahasa. Rakyat Indonesiapun dikenal sebagai orang-orang yang ulet, kuat dan pekerja keras.

Namun kenyataan yang ada hari ini justru memperlihatkan kontradiksi atau pertentangan yang tajam: kekayaan alam Indonesia tetapi kemiskinan rakyatnya. Beberapa kenyataan kemiskinan rakyat Indonesia dapat dilihat dari beberapa fakta diantaranya Jutaan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, Tingkat pengangguran yang sangat tinggi dan semakin besar dari tahun ke tahun apalagi dtambah beberapa waktu lalu banyak perusahaan yang gulung tikar akibat krisis, Upah yang diterima oleh buruh di Indonesia tercatat sebagai upah yang sangat rendah sedangkan kebutuhan pokok semakin meningkat. Indonesia merupakan negara dengan upah buruh nomor 6 terendah di dunia setelah Vietnam,Thailand, India, Filipina dan Cina. Jutaan orang terpaksa bekerja di luar negeri sebagai TKI dengan jaminan keamanan dan keselamatan kerja yang sangat rendah serta kondisi hidup sangat memprihatinkan, Petani di Indonesia sebagian besar merupakan tani miskin dan buruh tani karena tidak memiliki tanah. Kekayaan alam dan kemiskinan rakyatnya, merupakan kenyataan sosial yang mesti dimengerti dan dipahami oleh seluruh lapisan massa rakyat di negeri ini.

Sejarah rakyat Indonesia adalah sejarah penindasan dan sejarah perlawanan. Karena penindasan dan perlawanan seperti dua sisi dari satu keping mata uang. Dari sejarah perkembangan masyarakat, kita dapat membagi sejarah perkembangan masyarakat Indonesia ke dalam beberapa masa: Masa Sebelum Penjajahan (Kolonialisme) Masyarakat Indonesia ratusan tahun sebelum masuknya penjajah asing, menurut catatan sejarah yang ada, pada masa-masa awalnya hidup dalam kelompok-kelompok secara komunal. Cara hidup berkelompok ini menjadi hal yang wajar mengingat pada waktu itu jumlah manusianya masih sedikit sementara keadaan alamnya masih sangat keras dan dapat bertahan hidup. Masyarakat pada waktu itu masih menggunakan alat kerja yang primitif, kebanyakan terbuat dari batu. Dengan tingkat kebudayaan yang masih terbelakang, hidup mereka banyak disandarkan pada kemampuan berburu dan meramu makanan serta belum dikenal sistem pertanian. Semua alat kerja dan hasil kerja baik berburu maupun meramu dianggap milik bersama dan dinikmati bersama. Sehingga cara hidupnya lebih dilandasi oleh kerja sama dan belum ada penindasan manusia atas manusia lainnya.

Penduduk asli yang pernah mendiami Indonesia adalah suku bangsa Wedda dan Negrito, yang di kemudian hari terusir oleh suku bangsa pendatang Mhon Kmer yang datang dari daratan Tiongkok. Suku bangsa Mhon Kmer memiliki tingkat kebudayaan yang lebih maju karena telah mengenal alat kerja dan persenjataan yang terbuat dari besi dan logam. Semenjak itulah masyarakat Indonesia mengenal masa kepemilikan budak, dan dengan demikian menandai dimulainya sejarah penindasan manusia atas manusia lainnya. Masa ini mengalami puncak kejayaannya ketika zaman kerajaan Majapahit dan mengalami keruntuhan seiring dengan runtuhnya Majapahit. Setelah itu, Indonesia memasuki zaman feodalisme, pertama-tama ketika banyak berdiri kerajaan Islam terutama di daerah pesisir pantai.

Sampai kemudian bangsa asing banyak berdatangan yang banyak membawa pengaruh penting bagi perkembangan masyarakat Indonesia. Masa Penjajahan (Kolonial) dan Feodal Permulaan penjajahan (kolonialisme) ditandai dengan masuknya bangsa asing terutama ketika kedatangan VOC di Indonesia yang melakukan perdagangan rempah-rempah dan berujung pada penguasaan secara monopoli perdagangan di Indonesia. VOC melakukan penaklukan terhadap kekuasaan lokal dari mulai pulau Sumatra sampai dengan Maluku. Dengan ditundukkannya kekuasaan lokal di bawah kaki kekuasaannya, maka VOC menikmati monopoli atas tanaman dan rempah-rempah untuk kepentingan pasar dunia. Pada saat itu, VOC telah berhasil memelihara penguasa-penguasa lokal yang harus bekerja untuk kepentingan VOC dengan melakukan penindasan terhadap bangsanya sendiri.

Setelah VOC mengalami kebangkrutan karena tingginya korupsi di dalam dirinya dan kemudian dinyatakan bubar pada tahun 1799, maka Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah penjajahan Belanda. Pada kurun waktu 10 tahun berikutnya, Indonesia sempat di bawah kekuasaan Perancis (Daendles,1808-1811) dan Inggris (Raffles,1811-1816). Di bawah kekuasaan ke dua Gubernur Jendral Hindia Belanda tersebut, mulai diperkenalkan pajak tanah (landrent) sebagai ganti upeti berupa penyerahan wajib hasil panen. Demikian pula struktur birokrasi kolonial diperluas sampai menjangkau desa-desa dengan mengangkat bangsawan lokal sebagai wakil kekuasaan kolonial. Pada masa ini, penderitaan massa rakyat bertambah dalam dan berat sebagai akibat tingginya pajak, munculnya banyak pungutan (cukai) baik oleh penguasa kolonial maupun lokal. Kondisi tersebutlah yang kemudian melatar belakangi meledaknya

Perang Jawa (1825-1830) yang menimbulkan kengerian dan kerugian besar di pihak penjajah. Jadi, perlawanan dengan penulisan sejarah umum yang melihat Perang Jawa dari epos kepahlawanan seorang Diponegoro, kenyataan di atas menunjukkan bahwa Perang Jawa dapat terjadi lebih karena kepahlawanan dan perlawanan massa rakyat yang ditindas kolonialisme Belanda. Masa Penjajahan (Kolonial) dan Setengah Feodal Akibat Perang Jawa, Belanda mengalami kerugian cukup besar baik secara keuangan maupun tenaga manusia. Inilah yang di kemudian hari menjadi pelajaran penting bagi imperialisme (penjajah asing) tentang mahalnya biaya yang harus dikeluarkan ketika melakukan penjajahan secara langsung karena harus berhadap-hadapan dengan massa rakyat. Kemudian Belanda menerapkan Sistem Tanam Paksa (STP) untuk menutupi defisit keuangan di negara mereka. Dari STP pemerintah kolonial Belanda mampu meraup keuntungan sebesar 725 juta gulden pada tahun 1870, jumlah yang merupakan sepertiga dari pendapatan negara mereka. Dengan keuntungan besar tersebut, Belanda mampu untuk melunasi hutang-hutangnya, menurunkan pajak bagi rakyatnya dan mensubsidi pabrik serta membangun pelabuhan di Amsterdam. Sementara rakyat Indonesia mengalami penderitaan karena harus menyerahkan seluruh tanah dan tenaganya untuk tanam paksa. Yang harus dicatat bahwa pemerintah kolonial Belanda berhasil melaksanakan STP karena dukungan para penguasa lokal-feodal dalam memobilisasi tanah dan tenaga kerja. Dan para penguasa lokal-feodal ini juga mendapatkan keuntungan berupa gaji yang tinggi. Seperti misalnya seorang residen mendapatkan gaji sebesar 15.000 gulden/tahun dengan ditambah persenan 25.000/tahun, atau seorang Bupati yang mendapat gaji 15.000 gulden/tahun.

Paska diberhentikannya pelaksanaan STP secara resmi pada tahun 1870, kekuasaan kolonial di Indonesia membuka kran bagi masuknya modal swasta asing Belanda. UU Agraria diterbitkan untuk memfasilitasi pihak swasta melakukan penguasaan tanah dalam jumlah besar melalui hak erpacht (HGU-sekarang). Masuknya swasta asing dan juga pelaksanaan politik etis pada awal 1900-an tidaklah bermaksud untuk melakukan proses industrialisasi di Indonesia. Faktanya perkebunan-perkebunan yang ada masih didasarkan pada basis feodalisme berupa monopoli penguasaan tanah dan dipergunakkannya aparatus feodal untuk memobilisasi tanah dan tenaga kerja. Di sinilah kemudian terungkap kebenaran kenyataan bahwa basis bercokolnya penindasan imperialisme adalah feodalisme. Demikian juga pada masa politik etis, pembangunan irigasi lebih dimaksudkan untuk kepentingan perkebunan, pendidikan kaum pribumi untuk pengisian birokrasi kolonial sehingga lebih efisien dan transmigrasi pada hakekatnya merupakan mobilisasi tenaga kerja murah untuk perkebunan di luar jawa.

Pendirian pabrik pengolahan hasil perkebunan dan berdirinya jawatan kereta api pada tahun akhir abad ke 19 dan awal abad 20 menjadi awal mula kelahiran klas buruh di Indonesia. dan semenjak itu, gelora pelawanan rakyat Indonesia menentang kolonialisme Belanda tidak pernah berhenti dan semakin meningkat. Mulai dari pemogokan-pemogokan buruh sampai dengan pemberontakkan kaum tani pada tahun 1888 di Banten dan pemberontakkan nasional kaum tani 1926. Demikian juga pada abad 20-an sejarah pergerakan di Indonesia memulai babak baru dengan lahirnya organisasi rakyat yang memiliki karakter modern dan nasional seperti Sarekat Islam (SI) maupun juga ISDV. Lahirnya organisasi buruh menjadi sejarah yang penting dalam gerakan revolusioner rakyat Indonesia melawan imperialisme Belanda maupun imperialisme fasis Jepang sampai pada puncaknya yaitu revolusi 17 Agustus 1945.

Masa Setengah Jajahan dan Setengah Feodal

Sampai akhirnya pada tahun 1949, Indonesia harus menandatangani perjanjian KMB yang sangat merugikan kepentingan rakyat Indonesia. Sejak 1949 inilah, Indonesia menjadi negeri setengah jajahan. Dijajah secara ekonomi, politik, budaya dan kemiliteran tetapi tidak secara langsung. Rezim Soekarno dengan desakan dari gerakan massa rakyat melakukan perlawanan terhadap imperialisme dan sisa-sisa feodalisme. Mulai dari upaya nasionalisasi perusahaan asing yaitu perusahaan Belanda (1957), Inggris (1958) dan kemudian menyusul upaya nasionalisasi perusahaan Amerika pada 1960-an. Demikian pula penerbitan UU Pokok Agraria (UUPA) dan UU Pokok Bagi Hasil (UUPBH) pada 1960, merupakan upaya untuk menghancurkan sisa feodalisme. Cengkeraman imperialisme semakin kuat ketika rezim Soekarno berhasil digulingkan dan digantikan oleh Soeharto. Sejak itulah Indonesia semakin didominasi oleh imperialisme khususnya imperialisme pimpinan AS. Demikian pula Indonesia masih menjadi negeri setengah feodal, karena kaum tani belum dapat dibebaskan dari penindasan sisa-sisa feodalisme.

Pada masa rezim Soeharto yang merupakan rezim boneka imperialisme AS, berbagai kebijakan ekonomi, politik dan kemiliteran diabdikan untuk kepentingan imperialisme. Misalnya kebijakan tentang penanaman modal asing dengan dikeluarkannya UU PMA pada 1967 dan juga kebijakan sektoral lainnya seperti UU tentang pertambangan dan kehutanan. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka imperialisme pimpinan AS dapat menguasai kekayaan alam di Indonesia baik secara langsung melalui perusahaannya yang beroperasi di Indonesia maupun melalui perusahaan patungan dengan kapitalis nasional sebagai kompradornya. Seperti misalnya PT Freeport yang menguasai tambang emas di Papua, Exon Mobil, Caltex dan Stanvac menguasai minyak bumi dan batubara di Sumatra, Santa Fe di Bojonegoro, PT Newmont di Kalimantan, Sulawesi dan NTB, atau Goodyear dan US Rubber yang bergerak di pengolahan karet alam.

Demikian juga imperialisme mendapatkan sumber daya kehutanan seperti kayu dan lainnya guna kebutuhan industri mereka melalui tangan para kapitalis komprador yang melakukan monopoli penguasaan hutan melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Imperialisme memang berkepentingan akan tiga hal penting yaitu bahan baku untuk industri di negara mereka, tersedianya buruh murah dan pasar bagi produk-produk mereka. Bahan mentah industri telah mereka dapatkan dengan melakukan penguasaan terhadap kekayaan alam baik secara langsung maupun melalui kaki tangannya. Kenyataan tersebutlah yang menyebabkan mengapa sampai hari ini industri nasional di Indonesia tidak pernah mengalami perkembangan dan kemajuan. Karena memang tidak diijinkan oleh kekuatan imperialisme. Dengan tumbuh berkembangnya industri nasional, maka imperialisme akan kehilangan suplai bahan baku, tenaga kerja murah dan pasar. Ini yang tidak mereka kehendaki.

Sampai hari ini belum ada industri dasar dan berat di Indonesia. Yang ada adalah industri manufaktur yang sangat tergantung pada bahan baku impor. Seperti misalnya pabrik baja di Indonesia sangat tergantung pada impor baja dan besi dari luar negeri yang semakin tahun semakin mahal. Di samping itu, industri di Indonesia juga sangat ditentukan oleh kekuatan imperialisme. Contoh paling nyata adalah hengkangnya perusahaan asing seperti PT Sony ke negara lain karena mencari buruh dengan upah yang lebih rendah. Atau gulung tikarnya industri Tekstil dan Produk Tekstil karena kalah bersaing dengan produk dari Vietnam dan Cina yang biaya buruh di negaranya lebih murah. Dan akibatnya jutaan buruh menjadi korban karena terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sekarang ini, kekuatan imperialisme menjadi semakin berdominasi. Karena krisis yang terjadi di dalam dirinya sendiri sebagai akibat over produksi dan jatuhnya tingkat keuntungan, imperialisme melancarkan kebijakan neo-kolonialismenya melalui program neoliberal berupa privatisasi, liberalisasi perdagangan dan berbagai paket deregulasi. Dengan ditopang oleh institusi pendukung utamanya yaitu Bank Dunia, IMF, WTO dan PBB maka imperialisme AS semakin mampu melakukan penguasaan secara ekonomi, politik, militer dan kebudayaan di Indonesia. Sejumlah perusahaan negara yang penting dan strategis telah berpindah tangan ke tangan imperialis melalui program privatisasi. Dari mulai PT Semen Gresik Group (SGG), PT Semen Tonasa, PT Tambang Batubara Bukit Asam, PT Semen Padang, PT Telkom dan PT Indosat. Tak heran kalau kemudian Bank Pembangunan Asia mengucurkan dana sebesar 36 milyar untuk membiayai promosi program privatisasi.

Program penyesuaian struktural yang tidak hanya dilakukan di Indonesia atau Asia tetapi di negara-negara lain di Amerika Latin dan Afrika, telah menimbulkan kesengsaraan global. Di Amerika Latin, program penyesuaian ini menimbulkan tekanan yang hebat, mengikis kemajuan yang telah dicapai pada tahun 1960-an dan 1970-an. Jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan meningkat dari 130 juta pada tahun 1980 menjadi 180 juta pada awal tahun 1990-an. Tetapi perlu dicatat bahwa watak sebenarnya dari imperialisme adalah kekerasan. Program penyesuaian struktural yang dipaksakannya di negara setengah jajahan dan jajahan, tidak mampu sepenuhnya untuk mengatasi krisis di dalam dirinya. Oleh karena itu, imperialisme tidak segan-segan untuk melancarkan agresi atau perang imperialisnya.

Hal itu ditunjukkan oleh AS ketika melancarkan serangan ke Afghanistan atau Irak dan mempropagandakan secara luas histeria perang terhadap terorisme yang hakekatnya adalah kepentingan terselubung imperialisme AS untuk mengukuhkan dan memperluas kekuasaan imperiumnya di dunia. Demi memuluskan pencapaian kepentingannya, maka selain menggunakan kekerasan dan perang sebagai watak aslinya, imperialisme juga berupaya untuk melakukan penguasaan dan dominasi di lapangan kebudayaan. Bentuk konkretnya adalah dengan menguasai cara berpikir dan cita rasa intelektual di kalangan rakyat khususnya lapisan tengah perkotaan (mahasiswa, dosen, guru, pengacara, dokter dan sebagainya) sejalan dengan kepentingan mereka. Pemikiran dan pemahaman ala Amerika semakin bersarang dengan kokoh dalam alam pikiran kita apalagi ketika kiblat sekolah dan universitas serta gaya hidup keseharian kita banyak mengacu pada semua yang serba Amerika.

Dari mulai cara kita menampilkan diri, apa yang kita makan sampai pikiran kita tentang demokrasi, negara, ekonomi dan politik. Banyak dari lapis tengah perkotaan berlomba-lomba bekerja di perusahaan asing dan melanjutkan pendidikan di Eropa dan Amerika. Dan memang sejumlah kemudahan diberikan oleh AS khususnya bagi lapis menengah perkotaan untuk belajar di sana. Persis seperti berlakunya Politik Etis di zaman kolonialisme Belanda, di mana banyak orang pribumi mendapat kesempatan untuk belajar di negeri Belanda. Maksud sebenarnya pemerintah kolonial Belanda tentu bukan untuk mencerdaskan rakyat di negeri jajahannya, tetapi mendidik orang pribumi untuk menjadi bagian dari birokrasi kolonialnya sehingga dapat lebih efisien. Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka sudah jelaslah bahwa imperialisme bersama-sama dengan sisa-sisa feodalisme dan kapitalisme birokrasi merupakan musuh terbesar rakyat Indonesia, tiga setan yang harus dihancurkan.