Pesan Pembuka

Selamat Datang Kaum Intelektual Sang Pemerhati Ekonomi

Minggu, 21 November 2010

ilmu ekonomi

Pemikiran Ekonomi Zaman Yunani Kuno

Jauh sebelum ekonomi diakui sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, pemikiran menuju permasalahan ekonomi sebenarnya telah berkembang di masyarakat. Masa ketika ekonomi masih berupa pemikiran-pemikiran dimasukkan dalam masa aliran praklasik. Aliran ini dikelompokkan sebagai berikut.

Sejak zaman Yunani kuno pemikiran tentang uang, bunga, jasa tenaga kerja manusia dari perbudakan dan perdagangan sudah terbentuk. Buktitentang keberadaan itu dapat dilihat dari buku Res Publica yang ditulis oleh Plato sekitar 400 tahun sebelum masehi. Karena Plato yang melahirkan pemikiran awal tentang perekonomian, maka pemikirannya banyak dirujuk oleh pemikir sesudahnya.

Namun pembahasannya tidak hanya ditujukan khusus untuk memecahkan permasalahan ekonomi, tetapi juga berisi pemikiran tentang bentuk suatu masyarakat yang sempurna, atau sebuah utopia. Utopia adalah sistem sosial politik yang sempurna dan hanya ada di khayalan serta sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan.

Sesungguhnya persoalan ekonomi sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Tetapi bukti-bukti konkrit paling awal yang bisa ditelusuri ke belakang hanya hingga masa Yunani Kuno. Seperti yang sudah diketahui, kata "ekonomi" sendiri berasal dari penggabungan dua suku kata Yunani: oikos dan nomos, yang berarti pengaturan atau pengelolaan rumah tangga. Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh Xenophone, seorang filsuf Yunani.

Pada masa Yunani Kuno sudah ada teori dan pemikiran tentang uang, bunga, jasa tenaga kerja manusia dari perbudakan dan perdagangan. Bukti tentang itu dapat dilihat dari buku Respublika yang ditulis Plato (427-347 SM) sekitar 400 tahun sebelum Masehi.

Karena dia yang melahirkan pemikiran paling awal tentang perekonomian, maka pemikirannya tentang praktek ekonomi banyak dipelajarai orang. Hanya sayang, walau Plato ada membahas masalah-masalah ekonomi, tetapi pembahasan itu tidak dilakukan secara khusus, melainkan sejalan dengan pemikiran tentang bentuk suatu masyarakat sempurna, atau sebuah utopia.

Pada masa Yunani Kuno memang pembahasan tentang ekonomi masih merupakan bagian Filsafat, khususnya filsafat moral. Pemikiran tentang ekonomi pada waktu itu sering dikaitkan dengan rasa keadilan, kelayakan atau kepatutan yang perlu di perhatikan dalam rangka penciptaan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata.

Gagasan Plato tentang ekonomi timbul secara tidak sengaja dari pemikirannya tentang keadilan (justice) dalam sebuah negara ideal (ideal state). Dalam sebuah negara ideal, demikian Plato, kemajuan tergantung pada pembagian kerja (division of labor) yang timbul secara alamiah dalam masyarakat. Orang mempunyai sifat-sifat tertentu dan kecenderungan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Dengan sendirinya pun bidang pekerjaan yang diminati setiap orang juga akan berbeda-beda.

Pandangan diatas, jika di perhatikan mirip dengan pandangan Adam Smith, sebagaimana yang mengemukakan ide teori division of labor memang berasal dari pandangan Plato. Perbedaannya, kalau division of labor oleh Smith dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan output dan pembangunan ekonomi, oleh Plato dimaksudkan untuk pembangunan kualitas manusia.

Lebih lanjut, Plato menjelaskan bahwa ada tiga jenis pekerjaan yang dilakukan oleh manusia yang berbeda-beda pula, yaitu pekerjaan sebagai sebagai pengatur atau penguasa, tentara, dan pekerja. Bagi Plato semua manusia bersaudara. Akan tetapi, Tuhan telah mengatur sedemikian rupa, sehingga ada orang yang cocok sebagai pengatur (yaitu ahli-ahli filsafat), sebagai tentara, dan sebagian lagi sebagai petani, pekerja atau buruh, dan pedagang.

Dari ketiga jenis pekerjaan tersebut, bagi Plato hanya golongan terendah, yaitu kaum pekerja, yang boleh bekerja untuk mengejar laba dan mengumpulkan harta. Sementara itu, penguasa dan tentara seyogyanya tidak bekerja demi harta, dan dengan sendirinya mereka tidak di perkenangkan memiliki harta benda. Hal itu disebabkan hanya dengan cara seperti itulah mereka dapat betul-betul mengabdikan pada negara.

Pembagian dan pengaturan seperti ini perlu, sebab Plato mengamati bahwa naluri manusia untuk memperoleh barabg-barabg dan jasa sangat besar, jauh melebihi kebutuhan sewajarnya. Besarnya nafsu unutk memperoleh dan menguasai barang-barang dan jasa ini di pandang sebagai rintangan utama menuju suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata.

Oleh sebab itu, nafsu ini perluh untuk di kekang. Suatu hal yang patut dicatat dari masa Yunani Kuno ini adalah bahwa orang sudah mengenal hedonisme, yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal paham materialistik yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18 kemudian. Hedonisme merupakan paham materialisme mekanistik, yang menganggap kenikmatan egoistis sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia.

Paham yang pertama kali digagas oleh Aristippus ini menganggap bahwa kenikmatan adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia. Dengan demikian semua tindakan atau aktivitas manusia akan dianggap baik apabila tindakan tersebut mendatangkan kenikmatan. Dinyatakan pula bahwa manusia yang bijaksana adalah manusia yang mencari kenikmatan sebesar-besarnya di dunia ini.

Platolah orang pertama yang mengecam konsep itu. Palto sudah melihat bahwa konsep itu akan mendatangkan gap dalam masyarakat. Ada yang akan hidup berkemewahan, sementara yang lainnya akan sengsara setengah mati.

Plato dapat dikatakan sebagai orang yang pertama yang sangat mengecam kekayaan dan kemewahan. Agar setiap orang bisa hidup sejahtera secara merata, manusia perlu dan berkewajiban mengendalikan hawa nafsu keserakaannya untuk memenuhi semua keinginan yang melebihi kewajarannya. Menurut Palto, kalau nafsu keserakaan ini tidak bisa dikendalikan, sebagian orang (yang cerdik, pintar, dan berkuasa) akan hidup berkemewahan.

Sementara itu, yang lain akan hidup dalam kesengsaraan dan kehinaan. Kekhawatiran Plato ini bukan tidak berdasar sebab pada masa Yunani kuno memang perekonomian dan politik dapat dikuasai oleh kaum bangsawan (disebut juga kaum aristocrat). Walaupun jumlah kaum bangsawan tersebut sedikit, berkat kepintaran dan kehilaian, mereka dapat menguasai dan mengeksploitasi para budak (yaitu kaum proletar) yang jumlahnya banyak.

Teori Plato yang masih relevan dengan keadaan sekarang adalah pendapatnya tentang fungsi uang. Dalam bukunya Politika, Plato menjelaskan bahwa selain sebagai alat tukar, uang juga berfungsi sebagai alat pengukur nilai dan alat untuk menimbun kekayaan. Sesuai dengan keadaan waktu itu, Plato menganggap uang bersifat mandul, tidak dapat, sekaligus tidak layak untuk di kembangkan atau di peranakkan (melalui bunga).

Gagasan Plato tentang ekonomi timbul secara tidak sengaja dari pemikirannya tentang keadilan dalam sebuah negara ideal. Menurut Plato, dalam sebuah negara ideal kemajuan tergantung pada pembagian kerja yang timbul secara alamiah dalam masyarakat.

Karena manusia diciptakan berbeda, meraka juga memiliki sifat dan kecenderungan yang berbeda, dan akhirnya jenis pekerjaan yang diminati juga berbeda. Oleh karena itu, Plato membedakan tiga jenis pekerjaan yang dilakukan oleh manusia yaitu, pekerjaan sebagai pengatur, pekerjaan sebagai tentara, dan pekerjaan sebagai pekerja.

Hal yang dikemukakan Plato adalah tentang keharusan penganekaragaman pekerjaan dalam masyarakat, sehingga mereka tidak perlu membuat segala sesuatu untuk dirinya sendiri karena memang tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Prinsip spesialisasi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Adam Smith ratusan tahun kemudian.

Pandangan Plato tersebut mungkin bisa di benarkan mengingat pada masanya belum ada pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan besar. Pabrik/perusahaan dapat dimanfaatkan jasa bank; mengumpulkan tabungan dari masyarakat untuk kemudian di jadikan modal atau investasi untuk usaha-usaha yang menguntungkan.

Pada waktu itu, satu-satunya yang bisa dilakukan orang dengan kelebihan (surplus) uang atas kebutuhan sehari-hari adalah menyimpannya di lemari atau dibelanjakan untuk membeli barang-barang mewah atau tahan lama. Hal ini disebabkan memang belum ada jasa lembaga perbankan pada waktu itu.

Plato mempunyai beberapa orang murid, salah satu diantaranya yang sangat terkenal adalah Aristoteles. Pemikiran Aristoteles tentang masalah ekonomi sudah jauh lebih maju dari Plato. Aristoteles adalah orang pertama yang melihat bahwa ekonomi merupakan suatu bidang tersendiri yang pembahasannya harus dipisahkan dari bidang-bidang lainnya. Aristoteles juga merupakan orang pertama yang meletakkan pemikiran dasar tentang teori nilai dan teori harga.

Kontribusi terbesar Aristoteles terhadap ilmu ekonomi adalah pemikirannya tentang pertukaran barang dan kegunaan uang dalam pertukaran barang (exchange of commodities) dan kegunaan uang dalam pertukaran barang tersebut.

Menurut pandangan Aristoteles, kebutuhan manusia (man’s need) tidak terlalu banyak, tetapi keinginannya (man’s desire) relatif tanpa batas. Ia membenarkan dan menganggap alami kegiatan produksi untuk menghasilkan barang-barang guna memenuhi kebutuhan. Akan tetapi, kegiatan produksi untuk memenuhi keinginan manusia yang tanpa batas itu di kecamnya sebagai sesuatu yang tidak alami (unnatural).

Dalam mengamati proses ekonomi, Aristoteles membedakannya atas dua cabang, yaitu kegunaan (use) dan keuntungan (gain). Lebih spesifik, ia membedakan oeconomia dan chrematistike. Oeconomia didefinisikannya sebagai "the art of household management, the administrations of one’s patrimony, the careful husbanding of resources". Sedangkan chrematistike, yang tak ada padanan katanya dalam bahasa Inggris, juga Indonesia, mengimplikasikan penggunaan sumberdaya alam atau ketrampilan manusia untuk tujuan-tujuan yang acquisitive sifatnya. Dalam chrematistike berdagang adalah aktivitas ekonomi yang tidak didorong oleh motif faedah (use), melainkan lab (gain).

Aristoteles setuju dengan economia, tetapi tidak setuju dengan chrematistika. Secara tegas ia menyatakan tidak suka pada pedagang-pedagang yang datang ke kota-kota, mengeksploitasi petani-petani miskin ke desa-desa. Pemikiran Aristoteles ini jelas berbeda dengan konsep ekonomi yang dikembangkan Adam Smith, bahwa motif utama yang mendorong orang untuk bertindak adalah keuntungan (gain), bukan karena kegunaan atau faedah (use).

Pertukaran barang dalam bentuk barter bertujuan untuk memenuhi kebutuhan alami, sebab tidak ada laba ekonomi yang diperoleh dari pertukaran barang dengan barang. Hal ini dianggap wajar oleh Aristoteles. Akan tetapi, pertukaran yang menggunakan uang untuk memperoleh laba di kecamnya. Dalam kehidupan manusia masa sekarang tentu pandangan Aristoteles ini dianggap sangat usang dan tidak produktif, sebab tidak melihat dampak positif dari perdagangan.

Selain Plato dan Aristoteles, pemikir masa Yunani Kuno yang harus disimak pendapatnya adalah Xenophon (440 – 355 SM). Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, kata-kata ekonomi (dari oikos dan nomos) adalah "ciptaan" Xenophon. Karya utamanya adalah "On the Means of Improving the Revenue of the State of Athens".

Dalam bukunya tersebut, Xenopon menguraikan bahwa Negara Athena yang mempunyai beberapa kelebihan yang dapat di manfaatkan untuk meningkatkan pendapatn negara. Athena adalah kota pusat perdagangan yang memiliki iklim sangat nyaman. Tanahnya subur dan mengandung deposit emas dan perak dalam jumlah banyak. Kota ini juga memiliki pelabuhan laut yang alami, dikelilingi oleh lautan yang kaya dengan berbagai jenis ikan. Dengan berbagai kelebihan tersebut Xenopon melihat bahwa Athena sangat potensial untuk menarik para pedagang dan pengunjung dari daerah lain.

Para pengunjung yang datang, demikian kata Xenopon yang punya naluri bisnis kepariwisataan ini, harus melayani dengan baik. Pelanggang yang di perlakukan dengan baik, sebab meereka datang ke Athena dengan membayar pajak, membawa kemakmuran bagi masyarakat Athena. Makin baik pelayanan, makin banyak oaring datang berdagang dan berkunjung. Dengan demikian, makin besar pula pendapatan negara dan masyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa spirit merkantilisme sudah ada pada masa Yunani Kuno, yang menganjurkan orang melakukan perdagangan dengan negara-negara lain. Juga spirit kepariwisataan, yang menganjurkan masyarakat melayani para pengunjung yang datang berdamawisata dilayani sebaik-baiknya., sebab yang datang akan membawa kemakmuran bagi masyarakat daerah yang dikunjungi.

Mereka yang kurang maju harus disalurkan untuk ikut serta terlibat dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan orang-orang yang maju harus terus melanjutkan dan menerima gemblengan latihan. Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya Politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno.

Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa bunga merupkan sistem yang tidak adil. Menurutnya, uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan mata uang lainnya.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato dalam bukunya “ Laws”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Dua filosofi Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosofi Yunani tentang bunga.

Pemikir lain pada zaman Yunani kuno adalah Xenophon, yang juga pencipta kata ekonomi yang diambil dari kata Oikos yang artinya rumah tangga, dan Nomos yang artinya aturan, kaidah, atau pengelolaan. Secara sederhana ekonomi berarti cara pengelolaan suatu rumah tangga.

Dalam bukunya yang terkenal, On The Means of Improving The Revenue of The State of Athens”, Xenophon menyatakan bahwa kota Athena memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui:

a. potensi alam yang dimiliki dan pelabuhan laut alami yang dapat menarik pedagang dan pengunjung ke kota tersebut.

b. Pelayanan yang baik kepada pedagang dan pengunjung tersebut, karena mereka akan membayar pajak serta membawa kemakmuran bagi penduduk kota Athena. Semakin banyak yang datang untuk berdagang dan berkunjung, semakin tinggi pendapatan yang banyak pula.

Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya Politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa bunga merupkan sistem yang tidak adil.

Menurutnya, uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan mata uang lainnya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato dalam bukunya “ Laws”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Dua filosofi Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosofi Yunani tentang bunga.